....

No idea exists in a vacuum. It is connected to related ideas, and to the real world, and to other people’s perspectives. Those connecting threads of context are where the vast creative potential of the human mind lies.

Minggu, 22 Juli 2007

Melacak Peringkat Daya Saing Dunia


Kembali saya ingin memulai perbincangan dengan data empiris dari sudut makro ekonomi. Saya ingin melacak daya saing negara-negara khususnya yang terkait dengan Ekonomi Kreatif. Saya akan mulai dari data World Economic Forum (selanjutnya saya sebut WEF). Setiap tahun WEF mengeluarkan tabel index daya saing dunia. Indonesia menunjukkan prestasi yang lumayan, menjadi peringkat 50, naik 19 peringkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya. Melihat peringkat ini, bila dilihat dari banyaknya deretan negara-negara, tentu Indonesia sudah cukup lumayan. Tetapi, bila dibandingkan dengan beberapa negara-negara ASEAN lain, seperti Singapura ([peringkat 5) dan Malaysia (peringkat 26) serta Thailand (peringkat 35) mungkin kita agak bergiat diri agar dapat mengejar ketinggalan kita. Gambar disamping saya potong-potong agar lebih singkat. Saya ambil dari situ WEF silahkah klik disini untuk download ke 50 Peringkat secara lengkap.

Sesuai judul diatas, saya ingin melacak cara-cara WEF menetapkan peringkat (index) ini. Asumsi saya, Global Competitiveness Index tentu disusun berdasarkan parameter-parameter dan tentunya saya berharap dapat menemukan parameter-parameter yang mengarah pada ekonomi kreatif. Akhirnya saya menemukan Economic Creativity Index. Jika diterjemahkan, mungkin artinya adalah Kreatifitas Ekonomi. Apakah ini sama dengan Ekonomi Kreatif? saya belum pasti betul. Namun untuk saat ini mari kita bertolak dari index ini. Ternyata Kreatifitas Ekonomi ini berkaitan dengan proses penciptaan bisnis baru. Cukup logis. Kita tahu, semakin cepat dan mudah sektor formal dan non-formal mewujudkan visi bisnisnya, kita bisa mengartikan bahwa iklim perekonomiannya menaruh keyakinan yang mendukung terciptanya berbagai peluang usaha. Dapat dilihat didalam gambar dibawah, bahwa Kreatifitas Ekonomi tercipta dari (a) Peringkat Teknologi (Technology Index) dan (b) Peringkat Penciptaan Bisnis Baru (Startup Index). Peringkat Teknologi pun disusun dari inovasi teknologi, dan transfer teknologi, sedangkan Peringkat Penciptaan Bisnis Baru disusun dari faktor kemudahan berusaha, ketersediaan Dana Fentura, serta adanya peluang kredit lunak atau kredit dengan agunan rendah.



Bila kita kembali pada konsep 3T dari Dr. Richard Florida, disebutkan bahwa T ke-1 adalah Talenta, T ke-2adalah Toleransi, dan T ke-3 adalah Teknologi. Dengan segera kita dapat mengenai bahwa Economic Creativity Index ternyata senafas dengan konsep 3T Florida, sebagaib berikut:
  • Technology Innovation adalah salah satu bagian dari Talenta
  • Technology Transfer adalah salah satu bagian dari Technology
  • StartUp Index adalah suatu kondisi dimana iklim berusaha bagi para entrepeneur baru sangat dimudahkan. Ini adalah salah satu semangat dari konsep Toleransi/ Openess

Dengan penjodoh-jodohan yang ala saya terhadap fakta-fakta empiris ini, memang agak sulit untuk meragukan penelitian Florida, karena cukup selaras dengan pandangan World Economi Forum. Bahkan WIPO juga memiliki pandangan yang relatif sema dengan konsep 3T yang ditawarkan Florida.

Talenta, Desain Industri dan UKM Indonesia

Ada dua hal menarik yang sangat substansial yang saya dapat dari Indonesia:
Masyarakat dunia usaha khususnya UKM di Indonesia kreatif dalam bidang “tertentu” misalnya bila ada yang jualan ROTI UNYIL yang sukses, lalu muncul disebelahnya yang berjualan ROTI UNYL (cuma beda tipis), tetapi kurang kreatif dalam bidang bisnis dan teknologi. Ini bisa dilihat Dari data DitJen HKI dibawah ini atau bila kurang jelas bisa download, klik disini:


Terlihat dikolom ke-2 dari kiri adalah UKM, kolom ke-3 adalah non-UKM dan di kolom ke-7 adalah Perorangan. UKM yang mendominasi 90% kegiatan usaha dan industri di Indonesia sangat sedikit mendaftarkan Desain Industri. Apakah karena biayanya telalu mahal? prosedur sulit? Lalu siapakah yang dikategorikan sebagai perorangan di kolom ke 7 dari kiri tersebut? Apakah ini adalah individu-individu yang bergerak di Industri Kreatif? Apakah ini adalah individu yang diklasifikasikan Kelas Kreatif (Creative Class)? Harus segera dibuktikan. Kebijakan Pemerintah dunia Perbankan dalam mendukung UKM juga masih harus dibuktikan secara sungguh-sungguh, karena perbankan dewasa ini lebih senang memarkir dananya di BLBI. Untuk pengurusan, proses birokrasi di Pusat dan Daerah harus dapat dipermudah dan Pro-Business.

Quote yang menarik bagi yang berkepentingan dalam memajukan iklim usaha dan enterpreneurship:

"Dimanakah letak bottleneck yang sebenarnya? Tentu saja dibagian atas botol itu".

(The Bottleneck is at the Top of The Bottle).

"Dimana anda dapat menemui orang-orang yang tidak berpengalaman, orang-orang yang punya warisan uang yang banyak, dan orang-orang yang penuh dengan dogma-dogma industri kuno? Mereka ada di Top Manajemen”.

Gary Hamel, Strategy or Revolution/ Harvard Business Review

Kesimpulan sementara saya: Konsep 3T bila dipahami dengan benar, dapat membantu memperbaiki iklim investasi dan iklim berusaha di Indonesia. Pada era Ekonomi Kreatif, tentu saja iklik investasi dan iklim berusaha di Indonesia harus mulai memperhatikan sektor-sektor industri kreatif. Dengan bantuan seluruh Stake Holder, pada akhirnya akan mampu mendongkrak peringkat daya saing Indonesia dimata Internasional. Semoga.


Tidak ada komentar: