....

No idea exists in a vacuum. It is connected to related ideas, and to the real world, and to other people’s perspectives. Those connecting threads of context are where the vast creative potential of the human mind lies.

Jumat, 20 Juli 2007

Ekonomi Kreatif di Indonesia

Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif mulai santer dibicarakan di Indonesia kira-kira mulai awal 2006. Binatang apa ini? Dapat dilacak bahwa Menteri Perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 meluncurkan program Indonesia Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dipasar domestik maupun ekspor. Presiden RI pada pidatonya pada pembukaaan Pameran Pekan Budaya Indonesia baru-baru ini juga tengah bersiap-siap menyambut era Ekonomi Kreatif ini, yang Beliau sebut sebagai ekonomi gelombang ke-4.

Rasanya akan cukup menarik mengulas Ekonomi Kreatif ini, karena ini adalah momentum bagus untuk berkembangnya profesi-profesi kreatif di Indonesia. Saya yang mengecap pendidikan kreatif secara formal akan coba menjabarkan secara pendapat pribadi. Topik ini sangat menarik, namun mulai saat ini kita harus membiasakan diri untuk sering berganti-ganti kacamata sudut pandang, dari kaca mata makro ekonomi ke kacamata sosiologi, etnografi, kreatif & artistik, teknologi ICT, planologi bahkan studi pembangunan. Suatu kawasan multi disipliner, multi dimensi. Merupakan tantangan besar bagi orang yang ingin memahami topik ini. Pendekatan saya adalah studi literatur dan internet research. Pada tahap ini saya bersifat referensial dan textbook oritented sebagai alibi saya dalam menjelaskan hal-hal terkait, namun pada saat yang sama saya berusaha mencari kontekstualisasinya untuk Indonesia. Ibarat mengemudikan mobil sambil sekaligus melihat kebelakang melalui kaca spion.

Istilah Ekonomi Kreatif setahu saya pertama kali didengungkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku "Creative Economy, How People Make Money from Ideas". Dia seorang yang multi profesi. Selain sebagai pembuat film dari Inggris ia juga aktif menyuarakan ekonomi kreatif kepada pemerintah Inggris sehingga dia banyak terlibat dalam diskusi-diskusi pembentukan kebijakan ekonomi kreatif dikalangan pemerintahan negara-negara Eropa. Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan. Benar juga, esensi dari kreatifitas adalah gagasan. Bayangkan hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak. Gagasan seperti apakah yang dimaksud? Yaitu gagasan yang orisinil dan dapat diproteksi oleh HKI. Contohnya adalah penyanyi, bintang film, pencipta lagu, atau periset mikro biologi yang sedang meneliti farietas unggul padi yang belum pernah diciptakan sebelumnya.

Tokoh berikutnya adalah seorang Doktor dibidang Ekonomi, Dr. Richard Florida dari Amerika, penulis buku "The Rise of Creative Class" dan "Cities and the Creative Class", dia menyuarakan tentang industri kreatif dan kelas kreatif di masyarakat (Creative Class). Florida sempat mendapat kritik, bila ada kelompok tertentu dilingkungan sosial yang memiliki kelas tersendiri, apakah ini terkesan elit dan eksklusif? Tidak juga. Justru menurut Florida, ia menghidari kesan tersebut karena gejala dari istilah-istilah sebelumnya seperti Knowledge Society yang dinilai elitis. Menurut Florida "Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja digang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Namun perbedaanya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut dibidang kreatif (dan mendapat faedah ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut). Tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang inovatif tercepat akan menjadi pemenang kompetisi di era ekonomi ini", begitu tukasnya.

Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang Ekonomi, mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktifitas klaster orang orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya.

Ada pula definisi Industri Kreatif dari visi Pemerintah, sebagai berikut: Industri-industri yang mengandalkan kreatifitas individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan (gagasan) dan eksploitasi HKI. (Diambil dari definisi UK Department of Culture, Media and Sport, 1999).

Ekonomi Kreatif , Apa yang Baru?
Ekonomi dan Kreatif, kedua hal ini bukanlah hal yang baru karena sejak dulu kita sudah kenal. Yang baru adalah keterhubungan diantara keduanya yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi yang dahsyat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru melalui eksplorasi HKI. Kedahsyatannya dilihat dari sisi ekonomi adalah sumbangan ekonomi kreatif terhadap GDP suatu negara.

Data tahun 2000:
  • Singapura: 3% GDP
  • Amerika & UK: 5% s/d 8% GDP .
  • Saat ini 40 juta (30%) penduduk Amerika bekerja di sektor kreatif (menurut Richard Florida).
Yang menarik disini adalah hal yang memotivasi lahirnya istilah ini. Ternyata bisa ditarik mundur dari teori/ramalan Alvin Toffler bahwa gelombang peradaban manusia itu dibagi tiga gelombang. Gelombang pertama adalah abad pertanian. Gelombang kedua adalah abad industri dan gelombang ketiga adalah abad informasi. Sementara ini Toffler baru berhenti disini. Namun teori-teori terus berkembang, saat ini peradaban manusia dengan kompetisi yang ganas dan globalisasi, masuklah manusia pada era peradaban baru yaitu Gelombang ke-4. Ada yang menyebutnya sebagai Knowledge-based economy ada pula yang menyebutnya sebagai ekonomi berorientasi pada Kreativitas. Lihatlah gambar dibawah ini:



Pergeseran Orientasi Ekonomi Dunia Barat


Alasannya sungguh jelas, dinegara maju lahan pertanian telah menyusut jauh, standar hidup yang tinggi menyebabkan biaya operasional pabrik besar dinegara-negara maju menjadi semakin mahal sehingga pemanfaatan teknologi informasi, mesin-mesin canggih yang optimal akan sangat membantu mengurangi biaya-biaya manusia. Teknologi informasipun telah mampu meratakan dunia bahkan melipat dunia, melintas batas-batas jarak dan waktu. Negara-negara maju secara gegap gempita mencanangkan lahirnya era Globalisasi. Dengan Globalisasi segala sesuatu dapat dikendalikan ibarat Remote Control. Dengan mengandalkan kekuatan modal besar, negara maju dapat mendirikan pabrik-pabriknya dinegara lain yang tenaga kerjanya lebih murah, dan tentu saja negara maju tidak perlu lagi disesaki dengan asap polusi Industri dan limbah industri. Ini juga diperkuat dari pendapat Florida: kita (bangsa Amerika) walaupun masih punya, tetapi tidak lagi dapat mengandalkan Sumber Daya Alam dan supremasi industri manufaktur karena Jepang dan China telah dengan sukses menciptakan efisiensi manufakturing dan biaya operasional yang sulit ditandingi. Dari realitas ini dan penelitian-penelitian statistik yang super canggih mereka berhasil mengidentifikasi bahwa konsep-konsep dan gagasan kreatif adalah modal baru bagi perkonomian di negara-negara maju. Setelah diteliti ternyata ekonomi kreatif telah mampu menjadi sumber ekonomi yang tinggi.

Lingkup Industri Kreatif
Apa saja lingkup dari Industri Kreatif? Departemen Kebudayaan, Media dan Olah Raga di UK menurunkan 15 subsektor yang dinilai merupakan bagian dari Industri Kreatif di Negara Barat, yaitu sebagai berikut:

(1) Penelitian & Pengembangan (2) Penerbitan (3) Perangkat Lunak (4) TV&Radio (5) Desain (6) Musik (7) Film (8) Permainan & Games (9) Jasa Periklanan (10) Arsitektur (11) Seni Pertunjukan (12) Kerajinan (13) Video Games (14) Fesyen (15) Seni Rupa.

Perlu diketahui, interpretasi negara-negara didunia tidak secara mutlak mengacu ke 15 sektor ini, negara-negara didunia mengkontektualkan lagi sesuai kondisi dan prioritas negaranya masing-masing.

Bagaimana dengan Indonesia?
Apakah kita setuju dengan tawaran ini? Bila kita setuju, apa alasannya, dan bila tidak setuju lantas harus bagaimana? Bila kita membuka mata, Indonesia ternyata memiliki keunikan tersendiri. Menurut Menteri Perdagangan RI (disampaikan pada Rakernas Departemen Perdagangan di Jakarta, 19 Juli yang lalu), ke empat gelombang tersebut semua masih berlangsung di Indonesia, membuat Indonesia memiliki karateristik yang spesifik dan perlu perencanaan yang matang agar dapat berperan aktif didalam era ekonomi kreatif, seperti ini:




Saya sangat setuju dengan alasan Beliau. Alasan saya pribadi adalah sebagai berikut:

  1. Pertanian: Kondisi geografis yang sangat luas dan sumber daya alam yang melimpah tetap merupakan daya tarik dalam berinvestasi dibidang pertanian. Pergeseran orientasi ekonomi didunia barat cenderung mengatakan era geografis telah usai di negara mereka. Itu bagi mereka. Menurut saya, itu belum sepenuhnya benar untuk Indonesia, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa masa kejayaan Indonesia dalam bidang pertanian telah mulai meredup dan tersalip oleh negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam. Bila dilihat dalam statistik, luas lahan pertanian juga semakin susut dan arus urbanisasi tenaga kerja produktif pedesaan yang lebih tertarik bekerja di kota terus meningkat. Tetapi apakah ekonomi pertanian harus berlalu tanpa bekas? Bila kita renungi, banyak sekali kesenian-kesenian tradisional, upacara adat, bahkan sampai hajatan pernikahan yang terkait erat dengan aktifitas pertanian (musim bercocok tanam sampai ke pasca panen memiliki makna religius dan sosial kemasyarakatan yang sangat unik). Desain alat pertanian yang jenius, lagu-lagu tentang alam, sistim irigasi yang unik, semua adalah bentuk dari kearifan budaya tradisi pertanian yang mengakar sangat dalam pada masyarakat Indonesia, dan jejak itu tetap melekat secara budaya maupun perilaku, terpatri (embedded) didalam DNA bangsa Indonesia.
  2. Industri: Jumlah tenaga kerja yang sangat besar dan murah serta ketersediaan kawasan industri yang juga melimpah menjadi daya tarik negara-negara maju untuk merelokasi industrinya ke Indonesia. Indonesia juga belum sampai pada pencapaian efisiensi industri yang menggembirakan dikarenakan permasalahan energi yang belum sepenuhnya tertanggulangi dengan baik.
  3. Informasi: Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari informasi. Saat ini pemerintah masih terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan rakyat Indonesia. Sekolah-sekolah Tinggi dan Kejuruan masih didominasi di kota-kota besar/Ibukota profinsi. Dari sisi teknologi informasi, jumlah satuan daya sambung telepon dan penetrasi sambungan Internet masih akan terus berkembang karena pada saat ini masih terkonsentrasi terbesar di Jawa dan wilayah Indonesia Bagian Barat.
  4. Kreatif: Tanpa disadari, peradaban Indonesia dan warisan budayanya sangatlah tinggi dan telah berlangsung berabad-abad yang silam. Bukti supremasi peradaban Indonesia bisa dilihat dari warisan produk budaya Indonesia seperti kecanggihan enjiniring pada Borobudur, teknik pembuatan kapal, beladiri tradisional, tari-tarian, alat musik, senjata tradisional, pengobatan tradisional, sandang, dan masih banyak lainnya.
Ironisnya, kadang kita bangsa Indonesia lupa dan tidak menyadari kebesaran warisan budayanya dan ikut tergerus arus trend yang diciptakan oleh dunia Barat melalui Globalisasi , akhirnya bangsa Indonesia terbuai oleh budaya konsumerisme Barat yang hanya melihat Indonesia sebagai segmen pasar yang besar. Juga, disana sini terjadi penyerobotan budaya Indonesia oleh negara tetangga. Dibutuhkan upaya yang sitematis dan terencana dalam mensikapi keunikan yang dimiliki Indonesia ini, karena bila tidak terencana, upaya pengembangan warisan budaya Indonesia ini hanya akan membawa bangsa Indonesia kedalam dunia Romantisme dan Nostalgia yang tidak membawa faedah dalam berkompetisi di era ekonomi kreatif versi sekarang (abad 21). Mengapa saya ungkapkan kata-kata romantisme dan nostalgia? Agar kita semua tergugah, merasa bangga dan sekaligus merasa perlu berbuat sesuatu.

Perlu disadari bahwa pergeseran-pergeseran orientasi ekonomi tersebut diatas dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling berpengaruh adalah hadirnya fenomena yang tidak bisa diulang kembali (non-reversable). Contoh: Sejak abad ke 15, di Candi Sukuh telah tergambar orang yang sedang mengerjakan keris, lengkap dengan peralatannya. Relief Kapal di Candi Borobudur dan Perahu Pinisi adalah bukti bangsa kita telah mengarungi samudra jauh sebelum munculnya gaya hidup kapal pesiar di Mediterania, atau bahkan sebelum bangsa Viking menguasai samudra. Sungguh dahsyat bukan? Namun, jaman dahulu belum ada listrik, motor bakar, pesawat jet, GPS, internet, SMS dan berbagai perangkat teknologi lainnya. Pada saat teknologi baru hadir, peta persaingan dan ekonomipun berubah dan fenomena tersebut tidak bisa dihapus dan dianggap tidak ada. Ini adalah fenomena yang tidak bisa putar balik kembali. Jadi, yang harus kita lakukan adalah mengenali warisan budaya kita dan berfikir kreatif untuk pengembangannya dalam kontek masa depan.

3T: Talenta, Toleransi dan Teknologi
(silahkan di klik) 3T adalah istilah yang ditawarkan oleh Dr. Richard Florida yang bermaksud menjelaskan faktor-faktor penggerak yang penting dalam penciptaan dan pembangunan industri kreatif disuatu tempat. Menurut Florida adalah tidak cukup bila swasta atau pemerintah berfikir dengan hanya membangun kawasan industri yang canggih maka akan segera tercipta suatu lingkungan yang kreatif. Itu tidak cukup. Dibutuhkan kemampuan untuk melihat penciptaan ekonomi dari beberapa sudut, yaitu dari ekonomi itu sendiri, dari sisi teknologi dan dari sisi artistik & kreatif. Disetiap daerah yang memiliki tingkat ekonomi tinggi, terdapat karakter-karakter yang terdiri dari 3 komposisi ini. Maka dari itu maka Florida menawarkan konsep 3T yaitu Talenta, Toleransi dan Teknologi.
  1. Talenta: Sudah jelas, untuk menghasilkan sesuatu yang berdaya saing, dibutuhkan sdm yang baik, yaitu Talenta. Orang-orang yang memiliki talenta memiliki penghasilan yang tinggi dari gagasan-gagasan kreatifnya. John Howkins menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dari penciptaan gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara. Florida mengklasifikasi kelas ini, ada yang bernuansa akademik (universitas), ada yang berorientasi teknologi (tech-pole) ada yang bernuansa artistik (bohemian), pendatang (imigran & warga negara keturunan etnis tertentu) bahkan sampai pada yang bernuansi orientasi sex (gay). Tom Peters bahkan mengatakan dalam seminarnya, dengan gaya yang khas ia mengatakan: bila anda ingin inovatif, gampang saja, bergaulah dengan orang-orang aneh dan anda akan bertambah kreatif. Tapi jika anda bergaul dengan orang-orang yang membosankan, anda akan semakin membosankan juga.
  2. Toleransi: Sebelum era ekonomi kreatif ini teridentifikasi, orang beranggapan bila ingin mendapat pekerjaan sebaiknya pindah kesuatu daerah dimana terdapat pengkonsentrasian kawasan-kawasan industri (Aglomerasi). Mungkin itu tetap benar. Namun jaman juga mengalami perubahan. Florida mengatakan bahwa saat ini lapangan pekerjaan akan tercipta di tempat-tempat dimana terdapat konsentrasi yang tinggi dari para pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Mengapa, mudah saja, orang-orang yang memiliki talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi, mereka memiliki banyak alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan didaerah-daerah yang sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang lebih berkepentingan adalah user dari pekerja kreatif ini dan user akan mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Bahkan juga dengan adanya internet, pekerja-pekerja bahkan tidak perlu masuk ke kantor, cukup bekerja jarak jauh baik di cafe maupun di rumah-rumahnya. Tom Peters kembali membuat analogi seperti ini: bayangkan anda membangun sebuah stadion olah raga yang sangat canggih disuatu kota, tapi tidak ada kelompok sepak bola yang handal dikota itu. Apakah penonton akan datang ke kota tersebut untuk melihat pertandingan yang tidak bermutu? Tentu tidak. Apa hubungannya dengan Toleransi? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gagasan-gagasan yang gila dan kontroversial, serta mendukung orang-orang yang berani berbeda, maka iklim penciptaan kreatifitas dan inovasi akan semakin kondusif, karena pekerja kreatif dapat bebas mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan untuk memulai usaha baru dan ketersediaan kanal-kanal solusi finansial untuk mengembangkan bisnis.
  3. Teknologi. Teknologi sudah menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan bisnis dan bersosial. Dewasa ini semakin banyak pekerjaan manusia yang digantikan oleh teknologi membuat manusia sebagai operatornya memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan gagasan-gagasan baru. Jika pernyataan ini saya balik, maka menjadi demikian: semakin manusia direpotkan oleh aktivitas fisik dan tidak dibantu oleh teknologi, maka sebagian besar waktu manusia akan habis terbuang untuk urusan teknis. Dalam arti lain: teknologi menunjang produktifitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi, transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif. Contoh dalam penggunaan perangkat lunak. Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, pembelian lisensi perangkat lunak adalah suatu kendala besar karena harga perangkat lunak di Jakarta masih relatif sama dengan harga di New York. Tentu dirasakan mahal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Biaya mengakses internet di Indonesia juga masih dirasakan terlalu tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Ini adalah faktor penghambat kelancaran lahirnya industri-industri baru.

Usulan Agenda untuk Indonesia:

Jadi, telah jelas bahwa realitas dan fenomena ekonomi kreatif sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi Indonesia yang telah terbukti memiliki aset kreativitas sejak dulu. Indonesia tidak kekurangan modal kreatifitas hanya kekurangan kemampuan mengintegrasikannya. Untuk itu langkah-langkah yang dibutuhkan adalah: Mengenali apa yang kita miliki (jati diri bangsa dan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia) dan menyusun langkah-langkah konstruktif sebagai berikut:

  1. Menyusun Cetak Biru Ekonomi Kreatif Indonesia yang melibatkan seluruh Stake Holder.
  2. Mengajukan usulan kebijakan Ekonomi Kreatif yang konprehensif
  3. Menggiatkan inisiatif, baik swasta maupun Pemerintah untuk menciptakan tempat-tempat pengembangan talenta industri kreatif didaerah-daerah
  4. Menciptakan produk & jasa yang kreatif dan berbasis budaya berdasarkan prioritasnya, misalnya:
    - Pariwisata
    - Kerajinan
    - Gaya Hidup (spa, herbal, kulinari)
    - Furniture, dll
  5. Menciptakan pasar berbasis budaya didalam negeri karena selama ini selalu menjadi target pasar dari negara lain
  6. Menumbuhkan semangat invovasi dan kreativitas didalam dunia pendidikan agar generasi muda mampu melahirkan gagasan baru berdasarkan apa yang sudah dimiliki sejak dulu
  7. Transfer teknologi yang konsisten terhadap industri kreatif berwawasan budaya seperti disebut diatas
  8. Meningkatkan pendapatan devisa berbasis kreatif atas sektor-sektor tersebut diatas
  9. Promosi Potensi Indonesia
    - Alam
    - Warisan Budaya (herritage)
    - Budaya
  10. Sosialisasi, diseminasi dan promosi secara sistimatis tentang kekuatan Indonesia dibidang Industri kreatif agar diperhitungkan di Peta kompetensi Dunia.Tentu saja agenda yang diutarakan disini barulah sebuah insights untuk pembangunan ekonomi kreatif di Indonesia.

Dibutuhkan peran Aktif Pemerintah dalam membangun secara konsisten dan berkesinambungan paling tidak untuk 10 - 20 tahun mendatang. Bagaimana menurut anda? Silahkan komentar.